A. Fiqih
Islam sebagai agama yang diturunkan Allah sebagai aqidah dan syariat
terakhir bagi manusia. Karenanya, Allah menjadikan syariat lengkap, utuh dan
konprehensif. Sehingga syariat yang tak lekang oleh jaman dan perubahan ini
patut menjadi pegangan hidup dan undang-undang serta rujukan hukum manusia
dimana pun dan kapan pun berada. Sebab di dalam syariat ini diciptakan
sedemikian rupa oleh Allah sehingga sesuai dengan kepentingan manusia dan
realitas yang dihadapi.
Fiqih Islam adalah ruh dan spirit yang selama 14 abad lamanya menjaga
bangunan syariat sehingga tetap utuh dan kokoh dalam kondisi apa pun. Disamping
itu, selama rentang tersebut Fiqih menjadi unsur penopang dan pendukung bagi
peradaban dan kemajuan ilmu
pengetahun karena selalu sinkron dan selaras.
Untuk lebih mendalam, berikut uraian pengertian Fiqih Islam, karakter
khusus, sejarah dan hal lain yang terkait dengannya.
A. Pengertian Fiqih Islam
Fiqih di fase
pertama Islam
Makna fiqih secara bahasa adalah memahami. Seperti dalam ayat Al
Quran Allah menceritakan ucapan kaum Syuaib
“Mereka berkata: "Hai Syuaib,
kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya
kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah
karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamu pun bukanlah
seorang yang berwibawa di sisi kami” ( Hud: 91)
“Di mana saja kamu berada,
kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi
lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini
adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka
mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)".
Katakanlah: "Semuanya
(datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik)
hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?” (An Nisa: 78)
Fiqih menurut orang Arab adalah pemahaman dan ilmu. Setelah Islam
datang nama fiqih digunakan untuk ilmu agama karena tingkat kemuliaannya
dibanding ilmu-ilmu lain. Jika kita temui istilah fiqih di masa generasi
pertama Islam maka yang dimaksud adalah ilmu agama, tidak lain. Sedang ilmu
agama yang dimaksud di masa itu adalah ilmu yang terkait dengan Al Quran dan
Sunnah Rasulullah saw.
Makna ini dapat kita temui dalam hadis Rasulullah saw. “Allah
mencerahkan wajah seseorang yang mendengar satu hadis dari kami, kemudian ia
hafalkan dan ia sampaikan kepada orang lain. Sebab ada orang yang membawa fiqih
(hadis) disampaikan kepada orang yang lebih faqiih (paham) darinya, dan ada
orang yang membawa fiqih tapi tidak faqiih,”Jelas, bahwa yang dimaksud
Rasulullah saw. dalam hadis di atas adalah ilmu yang dibawah dan disampaikan
adalah sabda beliau saw.
Jadi, yang dimaksud faqiih adalah orang memiliki ilmu yang mendalam
dalam agamanya dari teks-teks agama yang ada dan ia mampu menyimpulkan menjadi
hukum-hukum, pelajaran-pelajaran, faidah yang terkandung dalam teks agama
tersebut. Ini kesimpulan dari sabda Rasululullah di atas “Sebab ada orang yang
membawa fiqih (hadis) disampaikan kepada orang yang lebih faqih (paham)
darinya, dan ada orang yang membawa fiqih tapi tidak faqiih,” yang dimaksud
“lebih faqih (paham) darinya,” adalah ia lebih memiliki kemampuan memahami
maksud Allah dan hukum-hukum syariat. Dan maksud “tapi tidak faqiih” yang tidak
memiliki kemampun menyimpulkan hukum dan ilmu yang terkandung dalam teks agama
yang ada.
Istilah ahli fiqih di kalangan sahabat dan tabiin adalah mereka yang
memiliki ilmu mendalam tentang agama Allah dan sunnah Rasulullah saw. Ciri luar
seorang ahli fiqih sangat seperti yang disebutkan dalam salah satu hadis
Rasulullah saw.”panjangnya shalat seseorang dan singkatnya khutbahnya adalah
bagian dari fiqihnya,” Juga perkataan Ibnu Masud,”Termasuk fiqih seseorang,
mengatakan tentang sesuatu yang tidak ia ketahui; Allah lebih tahu,”Jadi makna
fiqih di masa pertama Islam mencakup seluruh masalah dalam agama Islam, baik
yang mencakup masalah akidah, ibadah, muamalat dan lain-lain. Karenanya, Abu
Hanifah menamai tulisannya tentang akidah dengan “Al Fiqhul Akbar”.
Definisi
Fiqih
Dalam
istilah, Fiqih diartikan.
العلم بالأحكام الشرعية العلمية المكتسب
من أدلتها التفصيلية
”Ilmu yang membahas hukum-hukum
syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara
rinci,”
Penjelasan definisi:
• Ilmu: ia merupakan
ilmu yang memiliki obyek dan kaidah tertentu.
• Hukum-hukum syariat: hukum-hukum
ini bersifat syariat yang diambil dari Al Quran, sunnah, ijma’, qiyas, bukan
ilmu logika, matematika, fisika.
• Amaliyah: fiqih hanya membahas hukum-hukum praktis
(amaly) perbuatan manusia dari masalah ibadah, muamalah. Jadi fiqih tidak
membahas masalah keyakinan atau ilmu kalam atau ilmu akidah.
• Yang
diambil: fiqih adalah
kesimpulan hukum-hukum bersifat baku hasil ijtihad ulama yang bersumber dari Al
Quran, sunnah, ijma, qiyas dan dalil-dalil yang ada.
Obyek Pembahasan Fiqh
Fiqih
merupakan hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya, Allah,
antar manusia baik secara individu atau kelompok masyarakat dan antar negara.
Ulama kemudian membagi bidang garapan fiqih menjadi dua;
1. Bidang
ibadah
2. Bidang
mualamat.
Bidang
ibadah bertujuan mendekatkan diri kepada Allah, seperti shalat, puasa, zakat,
haji, nadzar dan lain-lain. Sementara bidang muamalat bertujuan mengatur hubungan
dan kepentingan indifidu atau kelompok seperti jual beli, sewa menyewa,
menikah, talak, dan lain-lain.
Masing-masing
bidang di atas memiliki ciri khusus yang membedakan dengan lainnya. Misalnya,
ulama menyebutkan bahwa bidang ibadah bersifat tauqifi, artinya; tujuan, illat
(alasan pensyariatan), dan hikmahnya utama pelaksaan ibadah hanya diketahui
oleh Allah, atau para ulama fiqih mengistilahkan ghairu ma’qulatil ma’na
(sesuatu yang tujuannya tidak bisa dinalar). Sementara bidang kedua, yaitu
muamalat, tujuan dan rahasia penysyariatannya bisa diketahui dengan akal dan
logika, atau lebih dikenal ma’qulatul ma’na. Karena, sebagian ulama di masa
tertentu
banyak
menggunakan dalil aqli (dasar dari logika) dalam hal muamalat.
Obyek pembahasan ilmu fiqih
adalah perbuatan mukallaf (orang yang dibebani oleh syariat yaitu mereka yang
berakal, baligh) yang berupa ibadah atau muamalat.
Keistimewaan Fiqh
Seperti yang diuraikan di atas, bahwa fiqih adalah ilmu yang membahas
bidang amali dalam syariat Islam. Syariat itu sendiri adalah tuntutan Allah
kepada untuk hamba-Nya baik melalui Al Quran atau Sunnah, baik dalam bentuk
keyakinan (akidah) atau mekanisme mendekatkan diri kepadanya dengan ibadah.
Fiqih sudah ada sejak zaman Rasulullah saw, masa sahabat dan seterusnya
hingga kini. Di zaman sahabat fiqih berkembang karena kebutuhan manusia untuk
mengetahui hukum-hukum syariat dari realitas yang mereka hadapi saat itu. Sejak
saat itu fiqih menjadi kebutuhan manusia hingga saat sekarang. Sebab setiap
manusia membutuhkan kepastian hukum dalam menyikapi kenyataan hidup mereka.
Sejak saat itu Fiqih menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar hingga sekarang.
Sehingga fiqih menjadi system yang mengatur hubungan antara manusia dengan
Allah dan antara manusia dengan manusia dan makhluk lainnya, setiap manusia
mengetahui hak dan kewajibannya, memenuhi hal-hal yang bermaslahat dan menolak
yang memadlaratkan.
Selama 14 abad Fiqih Islam menjadi referensi hukum dan akan
berlangsung hingga hari kiamat. Ini karena Fiqih memiliki sifat universal dan
konprehensip sebab syariat Islam merupakan agama terakhir di bumi.
Beberapa
Keistimewaan Fiqih Islam
1. Sumber Fiqih adalah wahyu Allah.
Berbeda dengan undang-undang buatan manusia (ahkam wadl’i) yang
bersumber dari akal dan nalar manusia, fiqih bersumber dan berorientasi kepada
wahyu Allah, Al Quran dan Sunnah. Setiap mujtahid (ahli fiqih yang memiliki
kemampuan mengambil hukum dari sumber fiqih yang ada) terikat dengan Al Quran
dan sunnah. Bukan menuruti logikanya atau ilmu filsafat. Kesimpulan hukum yang
dihasilkan terkadang merupakan makna turunan secara langsung atau sesuai dengan
ruh syariat, atau tujuan umum dari syariat Islam.
Karena sumber fiqih adalah wahyu Allah maka ia sangat sesuai dengan
tuntutan manusia dan kebutuhan manusia secara keseluruhan. Sebab Allah adalah
Pencipta manusia yang mengetahui seluk beluk manusia itu sendiri baik yang
lahir atau yang batin.
Allah berfirman
“Apakah Allah Yang menciptakan itu
tidak mengetahui ; dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (Al Mulk: 14)
Allah menciptakan syariat yang lengkap mengatur seluruh bidang
kehidupan manusia. Allah berfirman
“Diharamkan bagimu bangkai, darah
, daging babi, yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu menyembelihnya , dan yang disembelih untuk berhala. Dan mengundi
nasib dengan anak panah , adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir
telah putus asa untuk agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Maidah: 3)
Jika dibandingkan dengan undang-undang dan hukum yang dibuat manusia,
perbedaan antara keduanya sangat jauh, seperti bedanya antara Pencipta jagad
raya, Allah dengan makluknya yang kecil. Hukum yang dibuat manusia banyak
kelemahan dan keterbatasan karena ia produk akal manusia yang serba terbatas.
Akal manusia tidak mengetahui hakikat jiwa manusia dan kebutuhan dirinya sesuai
dengan fitrah penciptaan yang digariskan oleh Allah. Sehingga hasil pikiran
manusia banyak yang tidak sesuai dengan tabiat manusia itu sendiri.
Jalan satu-satunya adalah kembali kepada hukum yang diciptakan oleh
Allah, Tuhan Yang Maha Tahu tentang manusia.
2. Fiqih mencakup semua tuntutan kehidupan.
Dibanding dengan hukum-hukum lain, Fiqih memiliki keistimewaan bahwa
ia mencakup tiga hubungan manusia; hubungan manusia dengan Allah sebagai Tuhan
satu-satunya, hubungan dengan dirinya sendiri, dan hubungan dengan masyarakat.
Sebab fiqih ini adalah untuk kepentingan dunia dan akhirat, kepentingan agama
dan negara, dan untuk semua manusia hingga hari kiamat. Hukum-hukum fiqih
adalah perpaduan kekuatan antara akidah, ibadah, akhlak, dan muamalat. Dari
kesadaran jiwa, perasaan tanggung jawab, merasa diawasi Allah dalam segala
kondisi, penghargaan atas hak-hak maka lahirlah sikap ridla, ketenangan,
keimanan, kebagiaan, dan kehidupan individu social yang teratur.
Hukum-hukum terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti
hukum-hukum shalat, puasa, dan lain-lain. Sebagian ahli fiqih menyatakan bahwa
jumlah ayat yang berkenaan dengan ibadah ini ada 140 ayat. Hukum yang mengatur
hubungan manusia dengan dirinya, seperti apa yang boleh dia lakukan dan apa
yang tidak boleh dari makanan, minuman dan pakaian. Hal ini disyariatkan untuk
menjaga diri manusia; akal dan fisik. Untuk hubungan manusia dengan sesama
diatur dengan hukum-hukum muamalat dan uqubat (hukum pidana), seperti jual
beli, sewa-menyewa, nikah, qishash, hudud, ta’zir, peradilan, persaksian.
Untuk itu dalam fiqih ada dua bab besar dalam fiqih yaitu hukum-hukum
ibadah dan hukum-hukum mualat, seperti yan dijelas sebelumnya. Dengan demikian,
fiqih diciptakan untuk menjaga lima prinsip dasar manusia; yaitu akal, agama,
jiwa, agama, dan kehormatan. Maka fiqih sesungguhnya ingin mecetak manusia yang
religi, sehat akal, sehat jiwa, terhormat, suci hartanya.
Hukum-hukum muamalat
• Ahwal syakhsiyah:
yaitu yang terkait dengan keluarga, termasuk hukum-hukum pernikahan,
talak, nasab, nafkah, warisan. Hukum-hukum ini bertujuan mengatur hubungan
antara suami istri dan kekerabatan yang lebih dikenal dengan "hukum
perdata".
• Ahkam madaniyah
Hukum-hukum kemasyarakatan, yaitu terkait dengan transaksi personal
berupa jual beli, sewa menyewa, pergadaian, kafalah (asuransi), kerja sama,
hutan piutang, menepati janji. Hukum-hukum ini bertujuan mengatur hubungan
personal dari sisi harta dan keuangan sehingga hak-hak masing-masing terjaga.
• Ahkam jinaiyah
Hukum kriminalitas yang dilakukan oleh seseorang dan sanksi yang dikenakan.
Tujuan dari hukum ini adalah menjaga eksistensi kehidupan manusia, harta,
kehormatan dan hak-hak mereka, memberi kepastian hubungan antara korban
criminal dan pelaku criminal, dan menciptakan keamanan. Dalam Al Quran terdapat
sekitar 30 ayat terkait dengan hukum-hukum kriminalitas.
• Ahkam murafaat
hukum-hukum peradilan, tuntutan hukum, persaksian, sumpah, dan
lain-lain. Tujuannya adalah mengatur prosedur penegakan keadilan antara menusia
dengan syariat Islam. Dalam Al Quran terdapat sekitar 20 ayat yang berbicara
mengenai masalah ini.
• Ahkam dusturiyah
Hukum yang terkait dengan perundang-undang yang mengatur antara
penguasa dan rakyat dan menjelaskan hak dan kewajiban indifidu dan kelompok.
• Ahkam Dauliyah
Hukum-hukum yang mengatur hubungan negara Islam dengan negara lainnya
terkait dengan perdamaian dan perang, hubungan antara warga negara non muslim
dengan negara Islam yang ia tinggali, hukum-hukum jihad dan perjanjian.
Tujuannya agar tercipta kerja sama, saling menghormati antar satu negara dengan
lainnya.
• Ahkam Iqtishadiyah Wal Maaliyah
Hukum-hukum yang terkait dengan hak-hak indifidu terhadap harta benda
(kepemilikan), hak-hak dan kewajiban negara di bidang harta benda, pengaturan
sumber kekayaan negara dan anggaran-anggarannya. Tujuannya adalah mengatur
hubungan kepemilikan antara orang yang kaya dan miskin dan antara negara dengan
warga negara.
Ini mencakup
harta benda negara, seperti harta rampasan, pajak, kekayaan alam, harta zakat,
sadakah, nazar, pinjaman, wasiat, laba perdagangan, harta sewa menyewa,
perusahaan, kaffarat, diyat dan lain-lain.
Fiqih memberikan konsep agama
tentang halal haram
Semua perbuatan,
sikap dan tindakan social dalam fiqih selalu ada konsep agama tentang halal
haram. Dalam hal ini ada dua bentuk hukum muamalat:
a.Hukum duniawi yang diambil beradasarkan indikasi tindakan dan bukti
lahir dan tidak ada hubungannya dengan batin. Ini adakah hukum pengadilan;
karena seorang hakim memberikan vonis sesuai dengan bukti yang ada semampunya.
Vonis hakim ini tidak bisa mengubah sesuatu yang batil menjadi benar dan.
sebaliknya dalam realitas, tidak mengubah yang haram menjadi halal dan
sebaliknya. Vonis seorang hakim bersifat mengikat, berbeda dengan fatwah.
b. Hukum ukhrawi yang didasarkan kepada sesuatu yang sebenarnya
(hakikat sesuatu baik yang lahir atau batin. Hal ini berlaku antara seseorang
dengan Allah. Hukum inilah yang dijadikan dasar oleh seorang ahli fatwah;
fatwah adalah pemberian informasi tentang hukum syariat tanpa mengikat.
Kedua jenis hukum inilah yang ditegaskan dalam sebuah hadis
Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Malik, Ahmad dan lainnya,”Sesungguhnya
aku manusia. Jika kalian bersengketa kepadaku, mungkin salah satu dari kalian
lebih kuat bukti dan alasannya dari yang lain, maka saya
menghukumi berdasarkan apa yang saya dengar. Jika saya memutuskan
sesuatu yang berpihak kepada seseorang dengan mengambil hak seorang muslim
secara tidak benar (tanpa saya ketahui) maka itu adalah potongan dari neraka.
Jika ia mau silahkan mengambil atau meninggalkannya.”
Hukum-hukum
dunyawi semacam ini kebanyakan terkait dengan talak (perceraian), sumpah,
utang, pelepasan hak, pemaksaan. Misalnya, seseorang yang secara tidak sengaja
mencerai istrinya. Maka keputusan hakim adalah jatuh talak sementara menurut
hukum ukhrawi tidak jatuh talak.
Fiqih memiliki landasan kaidah yang
paten dan fleksibel dalam penerapan
Landasan itu adalah Al Quran dan sunnah tertulis dengan rapi dan
teliti. Teks-teks di kedua sumber ini bersifat suci dan sacral yang mengandung
hukum-hukum global dan tidak terinci. Ini memungkinkan para ahli fiqih
melakukan ijtihad menyimpulkan hukum secara terinci sesuai dengan kondisi dan
realitas dilapangan. Namun demikian ada batasan yang selalu dijaga oleh para
mujtahid. Muncullah kemudian kaidah-kaidah fiqih yang dijadikan pegangan dalam
pengambilan hukum.
Nash-nask (teks) syariat, misalnya, tidak menyinggung system hukum
secara detail, tapi hanya memberikan garis besarnya seperti; menjamin keadilan
antar rakyat, taat kepada ulil amr (penguasa pemerintahan), konsep syura, kerja
sama dalam kebajikan dan ketakwaan dan seterusnya.
Penerapan garis-garis besar itu diserahkan kepada kondisi dan
realitas di lapangan. Yang terpenting adalah bagaimana tujuannya tercapai
terlepas dari sarana yang digunakan asal tidak bertentangan dengan syariat.
Sebaliknya, fiqih memberikan kemudahan dan keringanan kepada manusia.
Islam hanya mewajibkan shalat lima kali sehari semalam. Jika tidak mampu
dilakukan dengan berdiri, boleh dilakukan dengan duduk, jika tidak mampu duduk,
maka dengan berbaring. Dan keringanan lain terkait dengan tayammum, shalat
qasar, jamak, qadla, dan lain-lain. Juga ada keringanan dalam puasa, zakat,
kaffarat (denda) akibat kesalahan yang dilakukan.
Allah berfirman:
“Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Al Baqarah: 185)
dan ada ayat lain yang menegaskan hal ini.
Karenanya, Allah juga melarang kepada seseorang untuk menyakan
sesuatu yang menimbulkan hukum yang lebih berat.
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan
menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu diturunkan,
niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah mema'afkan tentang
hal-hal itu. Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyantun.” (Al
Maidah: 101).
Fiqih adalah khazanah Islam yang
luas.
Sepanjang sejarah, tidak ada referensi dan karangan yang sarat dengan
khazanah ilmu dan pemikiran melebihi fiqh. Di sana akan ditemui segala macam
pandangan ulama dari berbagai mazdhab dan aliran.
Dalam Ahli
sunnah ada empat aliran fiqih besar dan masing-masing madzah memiliki riwayat
dan pendapat, baik yang disepakati atau yang dipersilihkan dan setiap pandang
memiliki alasan dan dalil. Setiap masalah dalam kehidupan manusia seakan tak
luput dari pembahasan fiqih dari masalah yang terkecil hingga terbesar.
Fiqih selalu sesuai dengan
perkembangan zaman.
Fiqih memiliki
kaidah yang tidak akan berubah hingga akhir zaman, seperti kaidah; transaksi
harus dilakukan saling ridla, pemberian ganti rugi jika ada kerusakan,
pemberantasan criminal, pemeliharaan hak-hak, tanggung jawab individu.
Sementara fiqih yang didasarkan atas qiyas, masalahil mursalah, dan adat
istiadat bisa berubah sesuai dengan kebutuhan zaman dan kemaslahatan manusia,
dengan batasan yang tidak bertengangan dengan syariat.
Sumber Hukum Dalam
Fiqih
Sumber fiqh adalah dalil-dalil yang dijadikan oleh syariat sebagai
hujjah dalam pengambilan hukum. Dalil-dalil ini sebagian disepakati oleh ulama
sebagai sumber hukum, seperti Al Qur’an, Sunnah dan Ijma’. Sebagian besar ulama
juga menetapkan Qiyas sebagai sumber hukum ke empat setelah tiga sumber di
atas.
Di samping itu ada beberapa sumber lain yang merupakan sumber turunan
dari sumber di atas, seprti Istihsan, Masalihul mursalah, Urf, dan lain-lain.
Perlu diketahui bahwa semua dalil-dalil yang ada bersumber dan berdasarkan dari
satu sumber; Al Quran. Karena Imam Syafi'i mengatakan,"Sesungguhnya
hokum-hukum Islam tidak diambil kecuali dari nash Al Quran atau makna yang
terkandung dalam nash." Menurutnya, tidak ada hukum selain dari nash atau
kandungan darinya. Meski, Imam Syafi'i membatasi maksudnya "kandungan
nash" hanya dengan qiyas saja. Sementara ahli fiqh lainnya memperluas
pengertian "kandungan nash".
A. Sumber-sumber Pokok
Selain
Qiyas sumber-sumber pokok fiqh disepakati oleh para ulama fiqh sebagai dalil
pengambilan hukum.
1. Al Quran
Al Quran adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
melalui malaikat Jibril. Menurut ulama Ushul Al-qur’an adalah, “Kalam Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang ditulis dalam mushhaf, berbahasa
arab, dinukilkan kepada kita dengan jalan mutawatir, diawali dari surat
Al-Fatihah, diakhiri dengan surat An-Nas dan membacanya merupakan ibadah.
Al Quran menjelaskan rambu-rambu masalah akidah dengan secara rinci,
namun masalah ibadah dan hak-hak antar sesame dengan cara garis besar. Dalam
syariat Islam Al Quran adalah undang-undang dalam menetapkan aturan social. Ia
sebagai tuntutan bagi Nabi saw. dan pengikutnya. Karenanya, ia merupakan sumber
utama dan pertama.
Banyak hukum-hukum mengenai ibadah dalam Al Quran disebutkan secara
garis besar seperti hukum-hukum shalat, puasa, zakat dan tidak dijelaskan
secara cara melakukan shalat atau kadar yang dikeluarkan dalam zakat.
Penjelasan rinci mengenai hal-hal tersebut terdapat dalam Sunnah baik dengan
perkataan atau perbuatan Rasulullah saw.
Demikian hal dengan perintah Al Quran untuk memenuhi perjanjian dan
akad serta halalnya jual beli dan haram riba disebutkan secara garis besar.
Dalam Al Quran tidak dijelaskan secara terperinci akad dan traksaksi jual beli
yang sah dan dibenarkan oleh syariat dan yang tidak dibenarkan.
Namun dalam beberapa hal, Al Quran memberikan penjelasan terperinci
seperti masalah warisan, mekanisme Li'an (suami yang menuduh istrinya melakukan
zina tanpa bukti yang cukup), sebagian hukuman hudud, perempuan yang haram
dinikahi, dan beberapa hukum lainnya yang tidak berubah sepanjang zaman.
Penguraian secara garis besar, terutama dalam masalah hukum-hukum
muamalat social, system politik membantu kita memahaminya dan memudahkan
mempraktekknya dalam situasi yang berbeda dengan tetap berpegang dengan
pemahanan yang benar.
Penguraian garis besar juga menegaskan bahwa Al Quran dirinci oleh
Rasulullah saw. dalam menentukan mekanisme hukum, kadarnya, dan batasannya.
Karenanya, Al Quran memberikan isyarat tentang tugas Sunnah dalam hal ini
"Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah." (Al
Hasyr: 7)
Dari sini, maka sunnah adalah pintu masuk memahami Al Quran secara
utuh.
2. As Sunnah
Menurut ulama hadits Sunnah adalah, “Apa-apa yang datang dari Nabi
saw. berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat-sifat beliau baik sifat
jasmani ataupun sifat akhlaq.
Sunnah merupakan sumber syariat Islam setelah Al Quran. Sunnah
berfungsi merinci garis besar Al Quran, menjelaskan yang musykil, membatasi
yang muthlak, dan memberikan penjelasan hukum. Sunnah juga merupakan sumber
hukum independent (mustaqil) yang tidak ada hukumnya dalam Al Quran seperti
warisan untuk nenek yang dalam sunnah disebutkan mendapatkan warisan 1/6 dari
harta warisan.
Namun demikian Sunnah mengikut Al Quran sebagai penjelas sehingga
sunnah tidak akan keluar dari kaidah-kaidah umum dalam Al Quran. Maka memahami
Sunnah secara umum merupakan susuatu yang pasti dalam memahami Al Quran karena
jika tidak kitab suci ini tidak mungkin bisa dipahami dan dipraktikkan dengan
benar.
Sunnah sampai ke kita dengan melalui jalan periwayatan secara
berantai hingga ke Rasulullah saw. Sebab masa kenabian sudah usai. Namun
krediblititas agama dan moral para perawi (pembawa hadis) itu sudah melalaui
seleksi ketat oleh para ahli hadis. Sehingga keotentikan hadis dan kebenarannya
sudah melalui pembuktian yang ketat. Hadis shahih dan hasan saja yang bisa
dijadikan sumber hukum.
Sementara hadis hadis yang berstatus lemah (dlaif), atau bahkan palsu
(maudlu') yang tidak bisa dijadikan referensi dan sumber hukum syariat.
Kitab-kitab hadits yang dijadikan sumber utama adalah Shahih Bukhari
dan Shahih Muslim. Kemudian kitab-kitab Sunan Abu Dawud, Sunan An Nasai, Sunan
At Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah. Disamping kitab Al Muwatta' karangan Imam Malik
dan Musnad Ahmad karangan Imam Ahmad memiliki kedudukan penting bagi para ulama
fiqh.
Jadi seorang ahli fiqh akan mencari dalil terlebih dahulu dari Al
Quran kemudian dari Sunnah. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, Rasulullah saw
bertanya kepada Muadz bin Jabal: Bagaimana kamu memutuskan masalah yang kamu
hadapi? Muadz: Saya memutuskan dengan kitab Allah. Rasulullah: Bagaimana jika
kamu tidak menemukan di dalamnya? Muadz: Dengan Sunnah Rasulullah," Kepada
hakim Syuraih, Umar bin Khattab mengirim surat kepadanya yang
berisi,"Hendaklah kamu memutuskan dengan kitab Allah, jika tidak menemukan
maka dengan Sunnah Rasulullah saw."
3. Ijma'
Ijma' adalah kesepakatan para ahli fiqh dalam sebuah periode tentang
suatu masalah setelah wafatnya Rasulullah saw tentang suatu urusan agama. Baik
kesepakatan itu dilakukan oleh para ahli fiqh dari sahabat setelah Rasulullah
saw wafat atau oleh para ahli fiqh dari generasi sesudah mereka. Contohnya
ulama sepakat tentang kewajiban shalat lima waktu sehari semalam dan semua
rukun Islam.
Ijma' merupakan sumber hukum dalam
syariat setelah Sunnah.
Menurut Imam Ibnu Taimiyah Ijma adalah, “Kesepakatan seluruh ulama
Islam terhadap suatu masalah dalam satu waktu. Apbila telah terjadi ijma’
seluruh mujtahidin terhadap suatu hukum, maka tidak boleh bagi seseorang
menyelisihi ijma trsebut, karena ummat (para mujtahidin) tidak mungkin
bersepakat terhadap kesesatan.
Sejumlah ayat dan sunnah menjelaskan bahwa Ijma' adalah sumber dan
hujjah dalam menetapkan hukum. Allah berfirman:
“Barangsiapa yang durhaka kepada
Rasul setelah petunjuk datang dan mengikuti jalan selain jalan orang-orang
beriman,” (An Nisa: 115)
Rasulullah saw. Bersabda,”Umatku tidak akan bersepakat dalam
kesesatan,” dalam riwayat lain “…dalam kesalahan,” Dalam hadis lain,”Apa yang
menurut orang-orang Islam baik maka ia baik di sisi Allah dan apa yang menurut
mereka buruk maka buruk di sisi Allah,”
Di hadits lain disebutkan,
”Barangsiapa yang memisahkan diri
dari jamaah sejengkal saja maka ia telah melepaskan ikatannya dari Islam”
Disamping itu Ijma' dilakukan berdasarkan dalil di dalamnya sebab
tidak mungkin ulama dalam masa tertentu melakukan kesepakatan tanpa dalil
syariat. Karenanya, para ulama mutaakhir (generasi belakangan) ingin mengetahui
Ijma' maka yang dicari bukan dalil Ijma' namun kebenaran adanya Ijma' itu
sendiri, apakah benar periwayatannya atau tidak.
4. Qiyas
Qiyas adalah menyamakan (menganalogikan) suatu perkara dengan perkara
(yang sudah ada ketetapan hukumnya) dalam hukum syariat kedua kedua perkara ini
ada kesamaan illat (pemicu hukum). Menurut ulama ushul qiyas adalah,
“Memberlkukan suatu hukum yang sudah ada nashnya kepada hukum yang tidak ada
nashnya berdasarkan kesamaan illat. Contoh, Allah mengharamkan khamar karena
memabukan, maka segala makanan dan minuman yang memabukan hukumnya sama dengan
khamar yaitu haram.
Dibanding dengan Ijma’, Qiyas lebih banyak memberikan pengaruh dalam
pengambilan hukum yang dilakukan oleh para ulama fiqh. Ijma’ disyarakan harus
disepakai semua ulama di suatu waktu dan tempat tertenu. Sementara Qiyas tidak
disyaratkan kesepakatan ulama fiqh. Masing-masing ulama memiliki kebebasan
untuk melakukan Qiyas dengan syarat-syarat yang sudah disepakati oleh para
ulama.
Kenapa harus ada Qiyas? Sebab teks-teks Al Quran dan Sunnah sangat
terbatas, artinya tidak keseluruhan masalah disebutkan hukumnya satu-satu
persatu. Sementara kejadian-kejadian yang membutuhkan kepastian hukum syariat
dalam kehidupan manusia sanga banyak dan setiap hari muncul kejadian-kejadian
baru. Untuk memecahkan masalah itu diperlukan ijihad dari para ulama fiqh.
Salah satu methode ijtihad tersebut disebut dengan Qiyas.
Hukum-hukum jual beli misalnya, Al Quran dan Sunnah menyebutkan lebih
banyak dibanding dengan soal sewa menyewa. Maka para ahli fiqh kemudian
melakukan Qiyas pada hukum-hukum sewa-menyewa dengan hukum-hukum dalam masalah
jual beli karena kedua masalah ini memiliki
kesamaan; dari
sisi keduanya adalah transaksi jual beli barang dan jasa.
B. Sumber-sumber tabaiyah (turunan)
Disebut turunan karena
sumber-sumber sesungguhnya diambil dan bermuara dari pemahaman baik langsung
atau tidak terhadap Al Quran dan Sunnah.
1. Masalih mursalah
Atau dikenal juga Istislah. Yang artinya; mengambil hukum suatu
masalah berdasarkan kemasalahatan (kebaikan) umum. Yaitu kemasalahatan yang
oleh syariat tidak ditetapkan atau ditiadakan. Masuk dalam masalah adalah
menghindarkan kerusakan baik terhadap indifidu atau masyarakat dalam banyak
bidang.
Contoh maslahah mursalah adalah Umar bin Khatab dimasa
kekhilafahannya membuat sebuah instansi untuk menangani gaji para pasukan kaum
muslimin. Kemudian muncul instansi lainnya untuk menangani masalah-masalah
lainnya.
Menurut sebagian ulama Mashlahatul Mursalah adalah, memelihara maksud
Syara’ dengan jalan menolak segala yang merusakan makhluk. Contohnya, menaiki
bis atau pesawat ketika melaksanakan ibadah haji walau itu tidak ada di zaman
Rasulallah tidak tetapi boleh dilakkukan demi kemashlahatan ummat. Contoh lain,
mendirikan sekolah, madrasah untuk thalabul ilmi, tegasnya melakukan hal-hal
yang berhubungan dengan agama walau tidak ada di zaman Nabi boleh kita lakukan
demi kemashlahatn ummat yang merupakan tujuan di syaria’atkanya agama.
2. Istidlal
Menurut Ibnu Hazm istidlal adalah, “Mencari dalil dari
ketetapan-ketetapan akal dan natijah-natijah (kesimpulan) atau dari seorang
yang lain yang mengetahuinya”. Menurut ulama lain, Istidlal adalah, “Pertalian
antara dua hukumtanpa menentukan illat (sebab)nya. Misalnya, menentukan
batalnya shalat kalau tidak menutup aurat, karena menutup aurat merupakan
syarat shahnya shalat.
Contoh lain, haramnya menjual daging babi karena termasuk membantu
dalam kedurhakaan.
3. Istishhab
Istishhab adalah, menetapkan hukum yang berlaku sekarang atau yang
akan datang berdasarkan ketetapan hukum sebelumnya karena tidak ada yang
merubahnya.
Misalnya, seseorang telah berwudlu, setelah beberapa saat ia
ragu-ragu apakah ia sudah batal atau belum, maka ketetapan hukum seblumnya yaitu
sudah berwudlu bisa dijadikan dalil bahwa ia masih punya wudlu. Sebagian ulama
menamakan istishhab dengan “Baraatu Al-Dzimmah”.
4. Saddu Dzari’ah
Saddu Dzari’ah adalah, mencegah sesuatu yang menjadi jalan kerusakan
untuk menolak kerusakan atau menyumbat jalan yang menyampaikan seseorang kepada
kerusakan. Contoh, diharamkan menanam ganja atau opium untuk menutup kerusakan
yang akan ditimbulkannya, yaitu orang-orang menggunakannya untuk memabukkan.
Contoh lain, membuat diskotik karena biasanya sebgai tempat maksiat dan dosa.
5. Istihsan
Istihsan adalah berpindah dari suatu hukum dalam pandangannya kepada
hukum yang berlawanan karena ada suatu yang dianggap lebih kuat, dengan
pertimbangan hukum yang baru lebih baik karena kondisi dengan tanpa mengubah hukum
asalnya, jika kondisi normal. Contohnya, orang yang mencuri di musim paceklik
atau musim kelaparan tidak dipotong tangannya karena dimungkinkan ia mencurinya
karena terpaksa.
6. 'Urf
'Urf atau kebiasaan adalah sesuatu yang biasa terjadi di kalangan kaum
muslimin, misalnya jual beli yang harusnya pakai ijab qobul, pada suatu kondisi
tidak apa-apa jika kebiasaan masyarakat disana idak melakukannya. Contoh lain,
batasan safar yang membolehkan di qoshor shalat, tergantung kepada kebiasan
masyarakat menamakan istilah safar tersebut.
7. Syar'u man qoblana
Maksudnya adalah syariat umat sebelum nabi Muhammad diutus, namun
syariat Muhammad tidak menghapusnya dengan jelas. Selama tidak nash Al Quran
dan hadis yang
menjelaskan bahwa syariat itu tidak dihapus maka ia termasuk syariat
kita.
Isthilah-isthilah hukum fiqih
Pertama : Yang berkaitan dengan mukallaf (hukum taklif)
1. Fardhu
Adalah
apa-apa yang dituntut untuk dikerjakan oleh agama dengan tuntutan yang pasti
dan harus, dengan dalil qath’I (pasti), Contohnya, rukun Islam yang lima, yang
terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah mutawatirah, atau sesuatu yang termasyhur
seperti membaca Al-qur’an dalam shalat. Maka jika hukum yang fardlu diberi
pahala jika dikerjakan, dan disiksa jika ditinggalkan dan dihukumi kafir jika
meninggalkannya.
2. Wajib
Adalah
apa-apa yang dituntut untuk dikerakan oleh agama dengan tuntutan yang keras,
dengan dalil yang dzan (tidak pasti), seperti, wajibnya zakat fitrah, shalat
witir dengan dalil dari hadits ahad (tidak mutawatir).. Menurut qaidah lain,
sesuatu yang diberi pahala jika dikerjakan, dan disiksa jika ditinggalkan dan
tetapi tidak dihukumi kafir jika meninggalkannya. Jumhur ulama menyamakan
antara wajib dan fardlu kecuali Madzhab Al-Hanafiyah
3. Al-Mandub atau Sunnah
Apa-apa
yang dituntut untuk dikerjakan oleh syara’ tetapi tidak dengan keras, atau
apa-apa yang diberi pahala ketika mengerjakannya tetapi tidak disiksa jika
meninggalkanya. Contohnya, menulis perjanjian utang, sahalat sunnah rawatib,
puasa sunnah dan lainnya. Para ulama menamakan mandub dengan nafilah, mustahab,
tatawu’, muragab fihi, ihsan dan hasan, kecuali Al-Hanafiyah, beliau membagi
mandub kepada mandub muakkad seperti shalat jam’ah, mandub masyru’ seperti
shaum hari senin dan kamis, mandub zaid seperti meniru Rasul SAW. dalam makan
dan minum.
4. Haram
Adalah apa
yang dituntut untuk ditinggalkan oleh agama dengan tuntutan yang keras, menurut
Al- Hanafiyah, sesuatu yang harus ditinggalkan berdasarkan dalil yang qath’i
seperti, haramnya membunuh, minum khamar, berzina dan lain sebagainya. Maka
hukumnya wajib menjauhinya dan akan disiksa ketika meninggalkannya,
Al-hanafiyah menamakan haram juga dengan, ma’shiyah, dzanba, qabih, mazjur
anhu, muatawaidan alaih.
5. Makruh Tahrim
Adalah apa
yang harus dituntut untuk ditinggalkan oleh agama dengan tuntutan yang keras
tetapi dengan dalil dzani, seperti haramnya menjual dagangan orang lain,
haramnya mengkhitbah yang sudah dikhitbah oleh orang lain, haramnya memakai
sutra, dan emas bagi laki-laki Apa bila ulama Al-Hanafiyah mengatakan makruh
biasanya makruh tahrim dan hal ini lebih dekat kepada haram menurut mereka.
6. Makruh Tanzih
Menurut
Al-Hanafiyah, adalah sesutau yang dituntut oleh agama untuk ditinggalkan tetapi
tidak keras tuntutannya dan tidak disiksa bila sampai melakukannya, seperti
wudlu dari bekas ludah kucing, memakan hasil buaruan burung seperti elang dan
gagak dan lain sebagainya Menurut jumhur ulama makruh hanya satu jenis yaitu
sesuatu yang dituntut untuk dikerjakan oleh agama dengan tuntutan yang tidak
keras, atau dengan kata lain sesuatu yang diberi pahala ketika meninggalkannya
tetapi tidak disksa ketika mengerjakannya.
7. Mubah
Adalah
apa-apa yang diperbolehkan oleh agama, baik ditinggalkan atau dikerjakan,
seperti makan, minum, tidur, berjalan dan lain sebagainya
Kedua : Yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri
1. Sabab (sebab, faktor)
Adalah
susuatu yang menjadikan hukum itu ada, apakah hal itu di akui oleh syara’ atau
tidak. Misalnya, memabukan adalah yang menyebabkan keharaman khamar, safar
(bebrgian) yang menjadi sebab dibolehakanya berbuka shaum di bulan Ramadhan dan
diperbolehlkannya mengqoshor shalat, sedang sebab yang tidak diakui oleh syara’
misalnya, tergelincir matahari yang menyebbkan diwajibkannya shalat Dzuhur atau
terlihatnya hilal di bulan Sya’ban menjadi sebab diwajibkannya shaum pada esok
harinya.
2. Syarat
Adalah
sesuatu yang menyebabkan sahnya sesuatu tetapi bukan bagian dari sesuatu,
seperti, wudlu yang menjadi syarat shahnya shalat tapi wudlu bukan bagian dari
shalat.
3. Rukun
Sesuatu
yang menyebabkan shahnya sesuatu dan merupakan bagian dari sesuatu, , mislanya,
takbiratul ihram adalah yang menyebabkan shahnya shalat dan takbiraul ihram
merupakan bagian dari shalat.
4. Mani’ (penghalang)
Sesutu
yang apa bila ada menyebabkan hukum menjadi tidak ada atau menjadi bathal
karenanya, contohnya, adanya najis pada pakaian menjadi sebab tidak shahnya
hokum shalat, atau punya utang menjadi sebab tidak wajibnya zakat bagi
seseorang.
5. Sah/shahih
Apa-apa
yang terpenuhi rukun dan syaratnya menurut Syara’ misalnya, shalat yang
dilakukan menurut rukun dan syaratnya, menyebabkan shalat itu shah.
6. Bathil (batal)
Sebaliknya
dari Shahih menurut jumhur ulama, adapun menurut ulama Al-Hanafiyah bathil
adalah, sesuatu yang terdapat cacat dalam aqad pokok, yang merupaan rukun dari
sesuatu itu. Misalnya, kesalahan dalam akad jual beli, kesalahan pada yang
melakukan aqadnya misalnya ia orang gila atau anak kecil.
7. Fasid (rusak)
Menurut
jumhur ulama sama dengan bathil, tetapi menurut ulama Al-Hanafiyah adalah
sesuatu yang terdapat cacat dalam satu kriteria aqad atau dalam salah satu
syaratnya. Misalnya, menjual barang dengan harga yang tidak diketahui,
menikahkan tanpa saksi, maka muamalah itu menjadi fasid karena salah satu
kriteria syaratnya tidak terpenuhi.
8. Al-ada'
Mengerjakan
suatu kewajiban pada waktu yang ditentukan menurut syara’ misalnya, shalat atau
shaum pada waktunya.
9. Al-I’adah (mengulang)
Mengerjakan
suatu kewajiban yang kedua kalinya pada waktunya. Misalnya mengerjakan shalat
berjama’ah di masjid setelah mengerjakannya dirumah, atau mengulang puasa kedua
kalinya karena yang pertama tidak sah karena suatu sebab.
10. Al-Qadla
Mengerjakan
suatu kewajiban setelah lewat waktunya, seperti mengerjakan shalat yang terlupa
karena tidur atau yang lainnya (tidak disengaja) misalnya, mengerjakan shlat
shubuh sedang matahari sudah tinggi.
11. Azimah
Peraturan
agama yang pokok yaitu sebelum perauran itu tidak ada peraturan lain yang
mendahuluinya dan beralaku umum bagi seluruh mukallaf dalam semua keadaan dan
waktu sejak dari semulanya. Seperti kewajiban shalat lima waktu dengan jumlah
rekaat yang ditentukan secara sempurna. Lawannya adalah rukhsah. Contoh lain,
semua bangkai haram dimakan oleh semua orang dan dlam keadaan apapun, ini
disebut peraturan pokok atau azimah.
12. Rukhshah
Peraturan
tambahan yang dijalankan berhubung ada hal-hal yang memberatkan (masyaqqah)
sebagai pengecualian dari peraturan-peraturan pokok. Contoh, dalam keadaan
terpaksa bangkai boleh dimakan asal tidak maksud
menentang
dan berlebih-lebihan, maka hal itu disebut rukhshah.
C. Isthilah-isthilah khusus yang berakaitan dengan hukum yang biasa digunakan oleh para ulama dlam menetapkan hukum syara’
1. Umum dan Khusus (aam dan khas)
Umum dan
khusus termasuk ke dalam salah satu aturan untuk memahami maksud Al-Qur’an dan
hadits, karena ayat dengan ayat atau dengan hadits biasanya saling menjelaskan
tentang kandungan maknanya, diantaranya ada lafzdz yang am (umum) dan ada juga
yang khas (khusus).
Menurut
definisi umum adalah, suatu lafadz yang digunakan untuk menunjukan suatu makna
yang dapat terwujud pada satuan-satuan yang banyak yang tidak terhitung,
misalnya dalam surat Al-Hujurat ayat 18 Allah berfirman, “Dan Allah mengetahui
apa-apa yang kamu kerjakan” ayat ini umum menunjukan bahwa semua amal baik
kecil besar terlihat ataupun tidak, baik jelek ataupun baik pasti diketahui
oleh Allah, maka lafadz apa-apa termasuk dalam lafadz umum karena tidak
terbatas. Menurut definisi khusus adalah, suatu lafadz yang digunakan menunjukan
satu orang, satu benda nama tempat atau yang lainnya. Katika ada dua lafadz
satu umum satu khas maka lafadz umum harus di kecualikan (ditakhsis) oleh yang
khas tadi. Misalya ketika Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 29,
“Dialah Allah yang telah menjadikan apa-apa yang ada di muka
bumi ini untuk kalian…”
berarti
kita boleh memanfaatkan segala apa yang ada dimuka bumi ini termasuk daging
babi, khamar (arak) dan lain sebagainya, karena dalam ayat lain Allah
mengaharamkan khamar dan daging babi berarti kita tak boleh lagi memakai dalil
umum untuk memakan daging babi atau minum khmar karena ayatnya sudah
dikecualikan. Dengan demikina dapat dikatakan bahwa khas adalah tafsir atau
penjelasan untuk menegaskan batas yang dimaksud oleh kata-kata yang umum.
2. Muthlaq dan muqayyad
Muthlaq
adalah, lafadz yang menunjukan suatu hal atau barang atau orang tertentu tanpa
ikatab (batasan) yang tersendiri. Contoh firman Allah dalam surat Al-Maidah
ayat 2 “Diharamkan atas kalian bangkai darah, dan daging babi” berart semua
darah dan daging babi haram dimakan. Muqayyad adalah, suatu lafadz yang
menunjukan sesuatu barang atau barang tidak tertentu disertai ikatan (batasan)
yang tersendiri berup perkataan, bukan isyarat.
Contoh
firman Allah dalan surat Al-Anam 145 “Katakanlah, “aku tidak peroleh di dalam
wahyu yang diturunkan kepadaku sesuatu makanan yang diharamkan kecuali bangkai,
darah yang mengalir dan daging babi…” Berarti kalimat darah dalam ayat
Al-Maidah sudah dibatasi (ditaqyid) oleh ayat Al-Anam yaitu kaimat “yang
mengalir” Menurut jumhur ulama apabila ada lafadz muthlaq dan muqayyad yang
sama hukum dan sebabnya, maka lafadz muthlaq harus dibawa kepada muqayyad yang
menjadi penjelasan bagai lafadz muthlaq, bararti yang haram adalah darah yang
mengalir saja bukan semua darah.
3. Mujmal dan Mubayyan
Mujmal
adalah lafadz/perkataan yang belum jelas maksudnya, seperti kalimat,
“Dirikanlah oleh kalian “shalat”…”maka kata shalat dalam Al-Qur’an ini masih
mujmal sebab shalat bisa berarti berdo’a atau perbuatan, belum dijelaskan apa
maksudnya. Mubayyan, ialah suatu perkataan yang terang maksud/tanpa memerlukan
penjelasan lainnya. Bisa dari ayat itu sendiri atau dari hadits Nabi SAW.
Seperti firman Allah,
“Apa bila kalian hendak mendirikan shalat maka cucilah
muka-muka kalian dan tangan-tangan kalian………”
4. Manthuq dan Mafhum
Manthuq
adalah hukum yang ditunjukan oleh ucapan lafadz itu sendiri. Mantuq dibagi dua
:
a.Nas, yaitu suatu lafadz atau perkataan
yang jelas dan tidak mungkin ditakwilkan, seperti Allah wajibkan pada kalian
sahaum, Allah haramkan pada kalian bangkai, darah dan daging babi. Maka
kata-kata wajib dan haram tdak bisa ditakwilkan menjadi sesutu yang boleh
dikerjakan atau boleh ditinggalkan, sebab memang nashnya seperti itu.
b. Dzahir adalah lafadz yang menunjukan
suatu makna secara tekstual
Tapi makna
ini bukan sesuatu yang dimaksud, atau sesuatu yang memerlukan
takwil/keterangan, seperti firman Allah,”Tanyakanlah
oleh kalian kampung tersebut…..” Maka secara
dzahir yang ditanya itu kampung tapi ini bukan maksud sebenarnya karena kampung
tidak bisa ditanya oleh
karena itu ayat ini memerlukan takwil atau penjelasan diiantara
dengan dengan kaidah bahasa atau majaz. Mafhum ialah hukum yang tidak
ditunjukan oleh lafadz itu sendiri tapi berdasarkan pemahaman terhadap lafadz.
Misalnya, firman Allah surat Al-Isra ayat 23, “Janganlah mengucapkan kata-kata
“uf’” kepada kedua orang tua dan jananlah menghardik keduanya…” berarti memukul
kedua orang tua lebih diharamkan karena mengucapkan kata-kata kasar sudah tidak
boleh apalagi memukul
Contoh lain,
firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 10, “Mereka yang memakan harta benda
anak-anak yatim dengan aniaya sebenarnya memakan api ke dalam perutnya…”
berarti membakar harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak yatim
karena karena membuat sesuatu keddzoliman terhadap anak yatim.
B.
Syari’ah
Pengertian Syariah
Secara definisi, Syariah merupakan aturan atau undang-undang yang diturunkan
oleh Allah SWT untuk mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, mengatur
hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Syariah
mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba Allah yang harus taat,
tunduk dan patuh kepada Allah. Ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan kepada Allah
dibuktikan dalambentuk pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur sedemikian
rupa oleh Syariah Islam.
Dengan berkembangnya zaman, umat Islam kini semakin sadar akan
pentingnya ilmu keislaman atau yang dapat kita sebut dengan Syariah. Ada
beberapa faktor yang mendorong umat Islam untuk mengetahui Syariah lebih dalam,
antara lain:
1.Syariah merupakan bagian dari
identitas keislaman seseorang
Seorang muslim dengan seorang non-muslim dapat dibedakan
berdasarkan apa yang diketahuinya mengenai ajaran Islam serta diyakini
keberadaanya.
2.Allah SWT mewajibkan setiap
muslim belajar Syariah
Seorang muslim yang telah aqil baligh memiliki kewajiban untuk
mempelajari Islam beserte seluruh komponennya.
3.Syariah adalah kunci untuk
memahami Al-Quran dan As Sunnah
Seorang muslim wajib memahami dua buah perkara yang merupakan
warisan dari Rasulullah SAW, yaitu Al-Quran dan As Sunnah. Untuk dapat memahami
kedua perkara tersebut, maka syariah adalah kunci utamanya.
Syariah
Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai
keridhoan Allah swt yang dirumuskan dalam Al-quran, Yaitu :
1. Surat Asy-Syura ayat 13
Artinya : Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya) (Quran surat Asy-Syura ayat 13).
2. Surat Asy-Syura ayat 21
Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah tentukanlah mereka dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang pedih. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
3. Surat Al-Jatsiyah ayat 18
Artinya : Kemudian kami jadikan kamu berada di atas syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Qur’an Surat Al-Jatsiyah ayat : 18).
Ilmu syari'ah sering diidentikkan dengan fikih. Penyebutan ini tidak seluruhnya benar, sebab
syari'ah dipahami sebagai wahyu Allah dan sabda Nabi Muhammad, yang
berarti din al-islam, sementara fikih adalah pemahaman ulama terhadap sumber ajaran
agama Islam tersebut.
Demikian juga istilah “hukum
Islam” sering diidentikkan dengan kata norma Islam dan ajaran Islam. Dengan
demikian, padanan kata ini dalam bahasa Arab barangkali adalah kata
“al-syari’ah”. Namun, ada juga yang mengartikan kata hukum Islam dengan norma
yang berkaitan dengan tingkah laku, yang padanannya barangkali adalah
“al-fiqh”.
Penjabaran lebih luas dapat
dijelaskan sebagai berikut: bahwa kalau diidentikkan dengan kata
“al-syari’ah”, hukum Islam secara
umum dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit.
Syari'ah Dalam Arti Luas
Dalam arti luas
“al-syari’ah” berarti seluruh ajaran Islam yang berupa norma-norma
ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem
kepercayaan/doktrinal) maupun tingkah laku konkrit (legal-formal) yang
individual dan kolektif.
Dalam arti ini,
al-syariah identik dengan din, yang berarti meliputi
seluruh cabang pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam, tasawuf,
tafsir, hadis, fikih, usul fikih, dan seterusnya. (Akidah, Akhlak dan
Fikih)
Syari'ah Dalam Arti Sempit
Sedang dalam arti sempit al-syari’ah berarti
norma-norma yang mengatur sistem tingkah laku individual maupun tingkah laku
kolektif. Berdasarkan pengertian ini, al-syari’ah dibatasi hanya meliputi
ilmu fikih dan usul fikih.
Syari'ah dalam arti sempit
itu sendiri dapat dibagi menjadi tiga bidang yaitu:
1. ibadah
2. mu’amalah
3. uqubah
Pengertian Syariah Islam Dalam Kehidupan
Ketentuan-ketentuan sebagaimana dirumuskan dalam syariah,
wajib dipatuhi. Orang Islam yakin bahwa ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam
syariah itu adalah ketentuanm Allah SWT yang bersifat universal, oleh karena
itu merupakan hukum bagi setiap komponen dalam satu sistem. Hal ini berarti
bahwa setiap ketentuan yang ditinggalkannya atau dilanggar bukan saja akan
merusak lingkungannya tetapi juga akan menghilangkan fungsi parameter dalam
komponen atau fungsi komponen dalam sisten.
Sebagai contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan lain-lain. Dalam syariah Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara normal, maka ia boleh melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan kondisi, seperti sholat sambil duduk.
Sebagai contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan lain-lain. Dalam syariah Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara normal, maka ia boleh melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan kondisi, seperti sholat sambil duduk.
Ruang Lingkup Syariah
Ruang lingkup syariah lain mencakup peraturan-peraturan
sebagai berikut :
1.
Ibadah
yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung
dengan Allah SWT (ritual), yang terdiri dari :
a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji.
b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rumun Islam.
2.
Badani
(bersifat fisik)
a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji.
b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rumun Islam.
bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum, pengaturan
menghilangkan najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat, I’tikaf, do’a,
sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan mayit, dan lain-lain.
3.
Mali (bersifat harta)
Yaitu, qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah,
hibbah, dan lain-lain.
4.
Muamalah
yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang
lainnya dalam hal tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya
: dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan, penemuan,
pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah,
titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain.
5.
Munakahat
yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan
orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya),
diantaranya : perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan, memelihara
anak, pergaulan suami istri, mas kawin, berkabung dari suami yang wafat,
meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam walimah, wasiyat, dan lain-lain.
yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya :
qishsash, diyat, kifarat, pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad, khianat
dalam perjuangan, kesaksian dan lain-lain.
7.
Siyasa
yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan
(politik), diantaranya : ukhuwa (persaudaraan) musyawarah (persamaan), ‘adalah
(keadilan), ta’awun (tolong menolong), tasamu (toleransi), takafulul ijtimah
(tanggung jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan dan lain-lain.
8.
Akhlak
yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya :
syukur, sabar, tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen),
syaja’ah (berani), birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.
9.
Peraturan-peraturan lainnya
seperti : makanan,
minuman, sembelihan, berburu, nazar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan
anak yatim, mesjid, da’wah, perang, dan lain-lain.
Sumber-Sumber Syariah
1.Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, dan merupakan Undang-Undang yang sebagian besar berisi
hukum-hukum pokok.
2. Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan
penjelasan dan rincian terhadap hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat umum.
3. Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur’an dan
As-Sunnah untuk menetapkan hukum yang belum ditetapkan secara pasti dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Klasifikasi Syariah
Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya, apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.
1. Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya, apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.
2. Haram, yaitu suatu ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan mendapat dosa. Contohnya : zinah, mencuri, membunuh, minum-minuman keras, durhaka pada orang tua, dan lain-lain.
3. Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.
4. Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk ditinggalkannya suatu perbuatan; apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak berdosa. Contohnya : merokok, makan bau-bauan, dan lain-lain.
Ibadah Sebagai Bagian Dari
Syariah
Syariah mengatur hidup manusia
sebagai hamba Allah yang harus taat, tunduk, dan patuh kepada Allah. Ketaatan,
ketundukkan, dan kepatuhan kepada Allah dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan
ibadah yang tata caranya diatur sedemikian rupa oleh Syariah Islam. Esensi
ibadah adalah penghambaan diri secara total kepada Allah sebagai pengakuan akan
kelemahan dan keterbatasan manusia di hadapan kemahakuasaan Allah. Dengan
demikian salah satu bagian dari syariah adalah ibadah.
Secara umum Ibadah berarti mencakup semua perilaku dalam semua aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Ibadah dalam pengertian inilah yang dimaksud dengan tugas hidup manusia. Sebagaimana dalam Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyah ayat 56 yang berbunyi :
Artinya : “Dan aki tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (Adz-Dzariyat : 56).
Secara khusus Ibadah berarti perilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah SWT dan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, seperti shalat, dzikir, puasa, dan lain-lain.
Landasan dasar pelaksanaan syariah adalah aqidah (keimanan). Dengan aqidah yang kuat maka syariah dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Secara umum Ibadah berarti mencakup semua perilaku dalam semua aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Ibadah dalam pengertian inilah yang dimaksud dengan tugas hidup manusia. Sebagaimana dalam Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyah ayat 56 yang berbunyi :
Artinya : “Dan aki tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (Adz-Dzariyat : 56).
Secara khusus Ibadah berarti perilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah SWT dan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, seperti shalat, dzikir, puasa, dan lain-lain.
Landasan dasar pelaksanaan syariah adalah aqidah (keimanan). Dengan aqidah yang kuat maka syariah dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
Terdapat beberapa
perbedaan antara Syariah dan ilmu Fiqih, Perbedaan tersebut antara lain adalah:
Perbedaan
|
Syariah
|
Fiqih
|
Obyek
|
Obyek Syariah meliputi bukan saja batin manusia, akan
tetapi juga sifat lahir manusia dengan Tuhannya (Ibadah).
|
Obyek Fiqih adalah peraturan manusia yaitu hubungan lahir
antara manusia dengan manusia, manusia dengan makhluk lain dan alam semesta.
|
Sumber
|
Sumber pokok Syariah berasal dari wahtu Illahi atau
kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari wahyu seperti Al-Quran dan Hadits.
|
Fiqih berasal dari hasil pemikiran manusia dan
kebiasaan-kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat atau hasil ciptaan manusia
dalam bentuk peraturan atau Undang-Undang.
|
Sanksi
|
Sanksinya adalah pembalasan Tuhan di Akhirat, tapi
terkadang tidak terasa oleh manusia di dunia sanksinya yang tidak langsung.
|
Semua norma sanksi bersifat sekunder, dengan menunjuk
pelaksana negara sebagai pelaksana sanksinya.
|
Ruang lingkup
|
Syariah itu fundamental, ruang lingkupnya sangat luas
karena didalamnya mengatur akhlak dan akidah (abstracto).
|
Fiqih itu instrumental, ruang lingkupnya terbatas (concrito).
|
Jangka waktu
|
Syariah berlaku abadi karena merupakan ketetapan dari
Allah SWT dan ketentuan Rasulullah SAW.
|
Fiqih tidak berlaku abadi karena merupakan karya manusia.
Fiqih dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
|
Sifat
|
Syariah menunjukan kesatuan dalam Islam, dan hanya ada
satu.
|
Fiqih menunjukan keragaman, dimungkinkan melenihi dari
satu aliran hukum/madzhab.
|
Walaupun terdapat beberapa perbedaan
antara Syariah dan Fiqih, kedua hal tersebut mempunyai persamaan yaitu Syariah
dan Fiqih merupakan dua hal yang mengarahkan manusia ke jalan yang benar.
Sumber: Dari berbagai macam website